Trip ke Penang Bersama Dell Indonesia (2)

Don’t stop on cuisine.

Bagian pertama bisa dibaca di sini.

Di hari kedua trip ini agenda kami adalah mengunjungi kantor regional dan pabrik Dell di kawasan Bukit Mertajam. Jika seharian kemarin berputar-putar di bagian pulau, hari ini giliran Penang “daratan”. Jadi Pulau Penang dan Penang “daratan” (dimana Bukit Mertajam berada, serta keseluruhan Malaysia Barat) dihubungkan oleh jembatan sepanjang 13 km.

Kunjungan pertama ke kantor Dell di kawasan Bayan Lepas (ini masih di Pulau Penang). Kantor ini sebagian besar dipergunakan oleh tim sales dan support. Kami hanya boleh mengambil gambar sampai di bagian resepsionis saja. Hmmmm, seperti ini:

Salah satu perwakilan dari kantor membawa kami ke ruangan yang disebut Global Command Center (GCC). Dell sebenarnya tidak memiliki service center berwujud fisik sebagaimana perusahaan lain, tapi mereka mempunyai on site support (sederhananya, jika laptop nge-hang atau server kantor mendadak down, consumer tinggal menelpon on site support dan teknisi akan datang ke tempat untuk memperbaikinya. Keren, ya!). Skala besarnya; consumer se-Asia Pasifik yang kesemuanya enterprise clients. Nah, GCC ini adalah back end untuk menangani komplain dan masalah yang dihadapi enterprise clients tadi.

Ruangan kerja di GCC didesain seperti NASA, satu orang bekerja dengan 3 monitor besar dan di tengah ruangan terdapat layar lebih besar lagi untuk memonitor progress on site support tadi. Dengan Google Earth, layar besar tadi menampilkan informasi seperti consumer di area X sudah di-handle oleh support team sampai mana, adakah consumer lain yang mengajukan komplain di sekitar area X tadi, sampai informasi tentang bencana alam yang mungkin terjadi di sana (transportasi team terhambat, misalnya). Waktu itu saya membayangkan GCC ini semacam kantor M (Judi Dench) dan support team sebagai James Bond. Dell memiliki beberapa GCC: 3 di Asia, 1 di Amerika dan 1 di Eropa. GCC Penang sendiri baru dimulai tahun 2005.

Dari GCC, kami dibawa ke Dell Data Center (ada 7 data center lainnya di belahan dunia lain). Di sinilah berjalan kurang lebih 30.000 layanan aplikasi IT untuk enterprise se-Asia Pasifik. Ruangannya seperti server room, dengan banyak “lemari” berjajar dan pendingin udara. Kemudian kami menuju showroom dan ditunjukkan beberapa produk terbaru Dell (beberapa belum diumumkan atau dirilis di sini, dan sayangnya tidak diijinkan mengambil gambar). Ada Dell XPS 13, ultrabook supertipis terbaru dari Dell yang rencananya akan dirilis di Indonesia pada bulan April ini. Kemudian ada desktop 20″ dengan layar sentuh dan Windows 8 yang rencananya akan dirilis Oktober nanti. Selanjutnya, Inspiron 14R yang baru (suksesor laptop yang saya pakai untuk mengetik blogpost ini) dengan cover yang bisa diganti dan sudut-sudut yang lebih rounded. Untuk kategori smartphone, official dari Dell mengatakan mereka tidak lagi merilis model baru, melainkan fokus di laptop dan PC untuk consumer products.

Selepas dari kantor Dell, kami mengunjungi Snake Temple, kuil eksentrik dimana di dalamnya terdapat ular hidup. Konon, dulu pendiri kuil ini mengijinkan ular-ular di sekitarnya untuk menjadikan kuil ini sebagai shelter. Ular yang berada di dalam kuil sudah dibuang bisanya, sih, tetapi yang berada di pepohonan belakang kuil masih berbisa. Ada pyton juga yang tersedia untuk foto bersama (dan langsung cetak) dengan membayar sekian ringgit. Saya sendiri bukan penggemar binatang melata, sih.

 Mrs. Lina membawa kami ke restoran bernama Nasi Kandar Pelita untuk makan siang. Nasi kandar ini mirip nasi padang, dimana kita bisa memilih lauk dan sayur serta porsi nasi, sedangkan Nasi Kandar Pelita ini sepertinya franchise yang cukup terkenal di sini. Saya sendiri memilih lauk telur ikan dan sayur. Rasanya tidak mengecewakan, meski susah disebut istimewa juga.

Selanjutnya kami menyeberangi jembatan Pulau Penang menuju Bukit Mertajam untuk factory visit. Yak, dilarang mengambil gambar lagi. Pabrik di Bukit Mertajam ini khusus untuk memproduksi PC dan server, sedangkan netbook sudah dialihkan untuk diproduksi di China semuanya. Pabrik di sini tidak terlalu besar (tidak sebesar yang saya bayangkan sebelumnya), dimana satu ruangan besar dibagi menjadi beberapa area. Komponen-komponen PC/server yang telah di-list sesuai request dikumpulkan dalam satu boks besar di knitting area. Dari sini, semuanya dirakit di assembly area, dan selanjutnya dilakukan pengujian. PC/server yang lolos pengujian diperiksa sekali lagi, kosmetik sih, untuk mengecek apakah ada lecet, cacat, dsb. Perangkat yang sudah lolos kemudian di-package ke dalam kardus dan dikumpulkan sesuai dengan kode destinasi pengiriman. Hampir semua pekerjaan dilakukan secara manual oleh tenaga kerja yang didatangkan dari negeri tetangga Malaysia. Indonesia salah satunya.

Kami kembali ke hotel dan sore harinya adalah acara bebas. Saya, Julio, Mas Adhi dan keempat Dell Agent memutuskan untuk berjalan-jalan lagi dengan menggunakan Rapid Penang (semacam bus TransJakarta, tetapi tiket dibayar di dalam bus. Harga tiket sekitar RM 2). Kami menuju Kek Lok Si Temple, kuil Buddha di perbukitan di kawasan Air Itam. Perjalanan sekitar 15-20 menit dari hotel.

Kuil ini memilik bagian pagoda dan bagian patung Kuan Yin yang terletak di bagian bukit yang lebih tinggi lagi. Kami hanya melihat-lihat bagian pagoda, naik sampai tingkat teratas dan dari sana bisa melihat landscape kota Georgetown (termasuk Komtar, gedung tertingginya). Di bagian bawah, di depan altar terdapat semacam kertas bertuliskan bermacam harapan dan tiang kayu untuk mengikatkan kertas tersebut. Bagi yang percaya, harapan pada kertas yang kita ikat di sini bisa terwujudkan. Saya sendiri tidak percaya, tapi tidak apalah RM 1 untuk selembar kertas bertuliskan “World peace”.

Jalan menuju (dan keluar dari) Kek Lok Si dipenuhi dengan pedagang suvenir. Harga yang ditawarkan lebih murah daripada di Batu Ferringhi, apalagi menjelang jam tutup toko (sekitar 18.00). Baju, kaos, gantungan kunci, makanan berbasis buah pala, semuanya ada di sini.

Di hari ketiga, kami memiliki setengah hari waktu bebas. Kami berenam (masih orang yang sama) mengambil Rapid menuju Jalan Burma. Ada dua kuil yang kami kunjungi di sini; Kuil Buddha Tidur (Wat Chaiya Mangkalaram Temple, yang bergaya Thailand) dan Kuil Buddha Berdiri (Dharmikarama Burmese Temple, yang bergaya Burma). Keduanya terletak secara berseberangan. Tidak banyak yang dilakukan di sini selain melihat-lihat.

Kami kembali ke hotel dan bersiap-siap check out. Pesawat take off menuju KLIA jam 15.00 kemudian dilanjutkan dari KLIA menuju Soekarno-Hatta jam 18.00.

Trip yang sangat menyenangkan bersama Dell Indonesia dan SM*SH, serta memberikan saya wawasan baru tentang apa yang terjadi di dalam gedung salah satu korporasi teknologi komputer terbesar di dunia. Terima kasih banyak, Dell.

Trip ke Penang Bersama Dell Indonesia (1)

A very melancholic town.
 
Tanggal 19 – 21 Maret kemaren Dell Indonesia mengajak saya, ke-3 Dell Trendsetter lainnya (Radhini, Sarah Deshita, dan Ananda Julio; sayangnya tanpa Sonia Eryka), 4 orang Dell Agent (Meli, Margaret, Moel, Rendi), dan SM*SH melakukan factory visit ke Penang, Malaysia. Pengalaman yang menyenangkan, apalagi ini pertama kalinya saya ke negeri jiran tersebut.
Malaysia Airlines yang kami gunakan take off sekitar jam 5 pagi dari Soekarno Hatta, tapi karena satu dan lain hal saya sudah berada di airport sejak jam 10 malam sebelumnya–tidak perlu diceritakan di sini, sepertinya. Rute penerbangan kali ini Cengkareng – Kuala Lumpur (2 jam) dilanjutkan dengan Kuala Lumpur – Penang (1 jam). KLIA cukup memesona sana. Airport yang megah dan tampak lebih modern dari airport yang pernah saya lihat di tanah air. Airport Penang sendiri, well, tidak terlalu besar dan biasa saja.

Di airport Penang, kami dijemput oleh Mrs. Lina, tour guide kami selama 3 hari ke depan. Ramah dan energik! Dari airport, kami diajak city tour singkat dan mendapat penjelasan tentang sejarah singkat Penang (atau Pulau Pinang, nama aslinya). Tujuan pertama kami adalah Botanical Garden. Tempatnya luas dan tidak semua bagian kami telusuri. Pengunjung biasanya ramai pada pagi dan sore hari. Tidak lupa *UHUKK!* kami berfoto bersama.

Perjalanan dilanjutkan ke Chinatown di Georgetown untuk makan siang. Mrs. Lina memilihkan Eden di Hutton Lane, restoran sea food dan steak yang…..cukup deceiving. Dari luar tempat ini nampak biasa saja dan ketika kami masuk, ruangan agak sempit menurut saya. Pelayanan memuaskan, meski jarang sekali mereka tersenyum. Tapi jangan terlalu cepat menilai, sebab sea food yang mereka hidangkan benar-benar maknyus di mulut saya! Beberapa anggota SM*SH saya lihat juga menikmati steak mereka. Nah, jika Anda sedang berjalan-jalan di sekitar sini, silakan mampir dan mencoba.

Bus kemudian membawa rombongan ke Traders Hotel, tempat kami menginap, di pusat kota Georgetown. Hotel ini berada dalam satu kompleks dengan Komtar dan 1st Avenue Mall. Kami beristirahat sebentar, lalu saya dan teman-teman Dell Agent ke Prangin Mall yang berada di bagian bawah Komtar. Oya, Prangin Mall ini semacam Ratu Plaza lah, sedangkan Komtar sendiri adalah skyscraper tertinggi di Pulau Penang, bagian bawah dipergunakan untuk terminal bus (Rapid) dan mall sedangkan lantai-lantai atas untuk perkantoran. Di Prangin Mall ini saya mencari SIM card baru untuk ponsel saya. Pemilik toko dengan baik hati membantu men-setting ponsel saya, tetapi lagi-lagi saya temui mereka jarang sekali tersenyum. Entahlah.

Saya, Julio dan keempat Dell Agent memutuskan berjalan kaki menyusuri apa yang bisa disusuri sore itu. Petualangan dimulai dari 1st Avenue, mall yang penuh dengan outlet barang-barang branded, tetapi tidak begitu spesial bagi anak muda Jakarta seperti *EHEM* mereka berlima. Kemudian kami susuri Lebuh Carnarvon, jalanan yang cukup ramai dengan kendaraan dan diapit toko serta berbagai lokasi usaha dengan papan nama berakhiran “Sdn Bhd” di kanan-kirinya. Kami mulai memasuki belokan dan jalan-jalan yang lebih kecil dan sepi. Bangunan di kawasan ini umumnya bergaya art deco dengan daun jendela yang tinggi. Hampir semuanya nampak tua, namun terawat, dan saya pikir beberapa mungkin sudah berdiri sejak era kolonial Inggris. Berjalan menyusuri kota seperti ini di sore hari yang tidak terlalu panas ternyata cukup asyik. Ada semacam perasaan melankolis di atmosfer. Hmmm.

Kami lewat di salah satu bangunan bersejarah di Penang: Masjid Melayu (Jamek) Lebuh Aceh Pulau Pinang (okay, nama yang panjang). Masjid ini dibangun pada 1808 oleh saudagar Aceh yang bernama Tunku (Tengku) Syed Hussein Idid. Di jaman tersebut Penang menjadi transit perdagangan sehingga banyak saudagar dari Aceh maupun negara lain yang singgah bahkan membuat pemukiman di sana.

Dari Lebuh Aceh, kami berjalan lagi hingga menemukan sebuah kafe kecil dengan tagline “home made ice creams & cakes” yang cukup mencolok dan menarik kami berenam. Saya lupa nama kafe ini, yang pasti lokasinya berseberangan dengan Kuil Yap di Lebuh Armenia. Raspberry sorbet-nya cukup membuat saya senang sore itu.

Kami kembali ke hotel dan bersiap-siap melanjutkan city tour bersama rombongan. Tujuan malam itu sebenarnya ada 2; Gurney Drive dan Batu Ferringhi. Berhubung sesuatu hal, kita hanya lewat Gurney Drive dan langsung menuju lokasi makan malam di kawasan Batu Ferringhi.

Gurney Drive ini adalah kawasan wisata yang terletak pesisir pantai utara Pulau Penang. Di sini banyak hawker food centre (saya menyebutnya semacam food court tetapi dengan lokasi outdoor), berbagai hotel, beberapa mall, kondominium, serta hiburan night life. Kami tidak main ke sini melainkan langsung menuju Batu Ferringhi untuk makan malam di sana.

Restoran untuk makan malam kali ini adalah Golden Thai yang terletak di bibir pantai berpasir putih (pantai di sini tidak cocok untuk berenang, sih). Restoran ini tidak hanya menyajikan hidangan Thai, tapi juga aneka seafood dimana bahannya bisa kita pilih di pintu masuk, dari kepiting sebesar kepala saya sampai lobster sebesar lengan Bisma Karisma (keduanya tidak sebesar kalimat ini, haha). Soal kualitas hidangan, hmmmmm……hanya dua yang saya beri catatan: tomyum yang terlalu masam untuk lidah saya dan tahu yang begitu lembut di mulut!

Dari Golden Thai, rombongan kami berjalan menyusuri pasar malam Batu Ferringhi. Sama seperti di sini, banyak penjual aneka suvenir di sepanjang jalan pasar malam. Harga yang ditawarkan agak mahal, tetapi masih bisa ditawar. Tetapi lagi, harga suvenir di tempat lain jauh lebih murah daripada di sini, bahkan bisa setengah atau sepertiganya. Hal ini baru saya sadari dua hari kemudian.

Kami kembali ke hotel dan bersiap menyambut factory visit esok hari. Hari pertama yang cukup menyenangkan!